Selasa, 18 Desember 2007

Indahmya Kala itu

Seorang lelaki tua dan kudanya sedang berjalan-jalan di sebuah jalan desa,menikmati pemandangan.


Tiba-tiba ia tersadar bahwa ia baru saja meninggal dunia. Ia pun ingat di saat meregang nyawa, kudanya yang telah menemani hidupnya selama ini juga telah meninggal. Kini mereka bersama-sama berada disebuah alam baka.

Setelah berjalan bersama sekian lama, mereka tiba di sebuah bukit. Sepanjang sisi jalannya berhiaskan batu pualam yang indah. Pada puncaknya berdiri sebuah patung indah dimana sinar matahari memendar dari balik patung itu. Ia terkagum melihat indahnya pintu gerbang yang terbuat dari permata dan mutiara, sedangkan jalan setapak menuju pintu gerbang tersusun dari emas murni.Ia senang sekali karena merasa akhirnya telah tiba di surga.

Kemudian sambil menuntun kudanya ia menuju pintu gerbang. Ketika dekat pintu gerbang ia melihat seseorang penjaga duduk di balik meja berukir indah. Ia menyapa orang tersebut, "Maafkan saya, apakah ini surga?"

"Ya, benar sekali tuan," jawab penjaga gerbang.

"Waw, kalau begitu bolehkah saya meminta sedikit air?" pinta lelaki tua itu.

"Tentu saja, tuan. Silakan masuk dan ambillah air minum sepuas anda."Kemudian penjaga gerbang itu memberi isyarat dengan ibu jarinya, dan pintu gerbang yang besar itu pun perlahan-lahan terbuka.

"Bolehkah saya mengajak sahabat saya ini masuk?" pinta lelaki tua itu sambil menunjuk pada kudanya.

Tetapi penjaga gerbang menjawab, "Maaf sekali tuan, kami tidak membolehkan hewan peliharan masuk."Lelaki tua itu berpikir sejenak lalu mengucapkan terima kasih pada penjaga gerbang itu. Mereka berbalik dan melanjutkan perjalanannya kembali.

Setelah lama berjalan mereka tiba di sebuah bukit yang lain, tetapi kali ini jalannya lebih kotor, di ujung jalan terbuka sebuah pintu gerbang pertanian.Tidak ada pagar di sisi jalan, rumput tumbuh sembarangan, pintu gerbang itu tampaknya tak pernah tertutup. Ketika ia berada dekat pintu gerbnag itu, didalamnya ia melihat seorang lelaki sedang duduk di sebuah kursi goyang dibawah bayangan pohon dan sedang membaca buku.

"Permisi tuan!" teriak lelaki tua itu pada pembaca buku. "Apakah anda mempunyai air untuk kami minum?"

"Tentu saja. Ada pompa air di sebelah sana," sahut pembaca buku itu sambi lmenunjuk ke sebuah tempat yang tak tampak dari luar gerbang.

"Masuklah,anggap saja rumahmu sendiri."

"Bagaimana dengan temanku ini?" tanya lelaki tua itu. Ia menunjuk pada kudanya."Oh, ia boleh masuk.


Kami mempunyai mangkuk air di sebelah pompa itu,"jawabnya.Kemudian mereka masuk ke dalam gerbang, dan menemukan sebuah pompa tangan tua dengan sebuah gayung dan mangkuk tergeletak di sampingnya. Lelaki tuai tu mengisi mangkuk dengan air hingga penuh dan memberikan pada kudanya.

Setelah itu ia meneguk air untuk mengobati hausnya sendiri.Ketika mereka sudah cukup minum, mereka kembali menemui pembaca buku ituyang tampaknya sedang menunggu mereka.

Lelaki tua itu bertanya, "Tempat apakah ini?""Ini surga," jawab pembaca buku itu."Wah, ini sangat membingungkan kami," kata lelaki tua itu.

"Tempat ini sama sekali tak seperti surga. Di ujung jalan di sebelah sana ada seseorang yang mengatakan bahwa bukit itulah yang surga."

"Oh, apakah yang anda maksudkan adalah bukit dengan jalan yang terbuat dari emas dan pintu gerbang yang terbuat dari permata itu?" tanya pembaca buku.

"Ya, bukankah itu tempat yang sangat indah."

"Bukan, itu adalah neraka."

"Tidakkah anda salah menyebutnya sebagai neraka tempat yang indah seperti itu?"

"Tidak. Saya mengerti mengapa anda berpendapat demikian, tetapi bukanlah seperti itu.

Keindahan yang ditampakkannya itu menipu sehingga membuat orang tega meninggalkan sahabat terbaiknya dalam penderitaan.

"Pojok Renungan :

Tak perlu memperdebatkan konsep surga neraka dalam cerita di atas, namun pesan yang ingin disampaikannya.

Keindahan sering kali hanya ilusi yang membuat kita membiarkan sahabat-sahabat kita berada dalam penderitaan.

Dari artikel DJODI ISMANTO

Read More......

Sabtu, 15 Desember 2007

Hidupmu tak hanya sampi disini

Suatu hari ada seorang gadis yang
duduk sendirian di sebuah taman tengah
kota....
Hampir Tiap hari sang gadis selalu
menghabisk an waktunya di situ sambil
menangis.. ..dan ada seorang kakek yg
memperhatikan gadis itu setiap hari....
akhirnya .....

Kakek : "Nak,ada apa denganmu?"

Ga dis : "Aku lagi sedih, kek."

Kakek : "Apa yg membuatmu bersedih??"

G adis : "Hubunganku baru saja berakhir
dengan pacarku"

Haha haha....sang kakek tertawa
kegiranga n...

Gadis : "Kek,kenapa kakek malah
menertawaka nku???"

Kakek : "Kamu benar-benar seorang
gadis yang bodoh"

Gadis : "Kenapa kakek berkata seperti
itu?"

Kakek : "Buat apa kamu duduk disini
sepanjang waktu dan menangis? Yang
rugi bukanlah dirimu tapi dialah
yang rugi..."

Sang gadis kebingungan sambil menatap
heran pada sang kakek....

Lal u sang kakek melanjutkan
pembi caraannya...

Kakek : "Kamu hanyalah kehilangan satu
orang yang tidak mencintaimu, nak,
sedangkan dia. Dia kehilangan orang yg
sangat mencintainya dan belum tentu di
masa depannya dia bisa menemukan orang
yang sangat mencintainya seperti kamu
mencintai dia...

Nak, dunia ini terus berputar dan
matahari akan tetap terbit di pagi
hari tak peduli engkau menginginkannya
a tau tidak....

Ang katlah kakimu.

Hidup mu tidak berhenti sampai disini.

Hidup mu terlalu indah untuk dirusak
oleh seseorang yang tak pantas
untukmu... "

Sang gadis pun berpikir sejenak dan
meresapi nasehat dari sang kakek...

Akhi rnya sang gadis seperti menemukan
pintu yang baru saja terbuka
untuknya. ..

Dan dengan semangat baru dia berjanji
akan terus menjalani hidupnya dengan
lebih baik....

Read More......

Benarkah Kita Harus Membuang Rasa Malu

by Dadang Kadarusman


Dimasa kecil, ketika pelajaran kesenian tiba, Ibu guru meminta setiap anak untuk bernyanyi didepan kelas. Kita bersembunyi dikolong meja dengan debaran jantung teramat kencang, berusaha menghindari giliran. Kita merasa malu. Ketika beranjak remaja, Ayah dan Ibu bilang:”Kamu ini bikin malu keluarga saja!”. Saat memasuki usia dewasa muda, kita duduk dibangku kuliah berhadapan dengan dosen yang sangat cerdas. Dia tahu kita tidak mengerti rumus-rumus abstrak yang dilukisnya dipapan tulis. Beliau bertanya:”Siapa yang belum mengerti?” Kita terdiam. Membisu. Malu ketahuan teman kalau kita ini bodoh. Dan. Ketika sudah benar-benar dewasa, kita duduk di kursi hotel untuk sebuah pelatihan dari seorang trainer hebat. Ketika trainer itu bertanya:”Bapak, Ibu, silakan jika ada yang ingin ditanyakan…” Kita terdiam. Malu. Masak, pangkat manajer kok mengajukan pertanyaan sedungu itu. Kemudian kepada kita dikatakan; ”Buanglah jauh-jauh rasa malu. Karena itu akan menghambat keberhasilanmu!” Benarkah demikian?

Seorang salih yang dicintai umatnya mengatakan:”Rasa malu itu adalah bagian dari Iman.” Dengan kata lain, keimanan seseorang tidaklah sempurna seandainya orang yang mengaku beriman itu tidak memiliki rasa malu. Sekarang pilihannya ada pada diri anda; apakah anda ingin menjadi orang berhasil dalam karir, atau menjadi orang yang beriman dengan keimanan yang utuh? Jika anda ingin sukses berkarir, buang rasa malu dari dalam diri anda! Jika anda ingin menjadi orang beriman, pupuk dan hidupkan rasa malu dalam diri anda! Gampang, kan? Tetapi, benarkah kita harus demikian? Tidakkah keimanan dan kesuksesan bisa seiring sejalan?

Kita seringkali mencampakkan ajaran-ajaran normatif seperti itu. Mungkin karena terlalu dipengarui oleh hawa hedonisme, dimana materi menjadi tolak ukur paling dominan. Hidup kita, dinilai dari jenis mobil yang dikendarai. Kemegahan rumah yang kita huni. Label pakaian yang kita kenakan. Gelar yang menempel pada nama kita. Dan jabatan atau pangkat yang melekat dipundak kita. Ajaibnya, kita meyakini bahwa kalau kita malu, tidak mungkin semuanya itu bisa kita raih. Oleh karena itu, mengapa kita mesti malu melakukan ini dan itu. Mengapa kita mesti malu melabrak sana sini. Menyikut kanan dan kiri. Mengambil. Merenggut. Meraup. Apa saja. Supaya dalam sekejap, kita bisa mendapatkan segala-galanya. Mengapa mesti malu?

”Buanglah jauh-jauh rasa malu. Karena itu akan menghambat keberhasilanmu!” Rasa malu seperti apa yang mesti kita buang jauh-jauh? Malu bertanya sesat dijalan, katanya. Jadi, mungkin harus membuang rasa malu itu. Sebab, kalau malu bertanya kita akan tersesat. Bisa iya. Bisa tidak. Anda, jika sudah memiliki fasilitas GPRS; tidak usah lagi bertanya. Tidak akan pernah tersesat lagi, kok. Anda, jika sudah punya asisten pribadi yang hebat; mengapa masih harus bertanya? Cukup anda katakan kepadanya: ”Aku tidak mau tahu bagaimana caranya, tapi kamu harus kerjakan ini untukku!”. Besok pagi hasilnya sudah tertata rapi diatas meja kerja anda yang mewah. Masih haruskah anda bertanya? Jika anda malu tampil didepan orang banyak untuk sebuah pidato yang bermutu, mengapa pusing. Minta saja pegawai anda mengadakan kontes untuk mencari orang yang mirip dengan anda; dan suruh dia bicara didepan publik untuk anda. Masihkah anda membutuhkan rasa malu?

”Rasa malu itu adalah bagian dari Iman.” Ngomong apa sih sang Nabi ini? Please, deh. Jangan kaitkan soal rasa malu dengan keimanan! Baiklah, kita hentikan semua omong kosong ini sampai disini. Tapi sebelum itu, coba kita perhatikan beberapa hal berikut ini. Seorang beriman akan merasa malu jika dia tidak bisa mempersembahkan hasil pekerjaan yang baik untuk perusahaan yang menggajinya. Seorang beriman akan malu jika kemampuan dirinya lebih rendah dibandingkan rekan sejawat yang bekerja dalam tanggungjawab yang sama, digaji sama, diberi fasilitas sama, dan diperlakukan sama. Dia malu jika membiarkan dirinya terus menerus ketinggalan. Dan dia malu, jika meminta kenaikan gaji padahal dia tahu; dia belum bekerja maksimal untuk perusahaan. Seorang yang beriman, malu jika menyalahgunakan fasilitas dan kesempatan yang dia dapatkan. Seorang yang beriman malu, jika menggunakan kewenangan untuk memeras para pemasok barang. Dan seorang yang beriman malu, jika harus mengambil sesuatu yang bukan haknya.

Oleh dasar rasa malu itu; seorang yang beriman, dalam bekerja pasti akan mempersembahkan prestasi puncaknya. Dan oleh dasar rasa malu itu; seorang beriman akan sadar bahwa bertanya merupakan tugas dirinya yang belum mengetahui suatu hal. Malu dia, jika nanti setelah mengikuti pelatihan, pengetahuan dan kemampuannya sama sekali tidak ada penambahan. Jadi pastilah dia akan bersungguh-sungguh dalam melakukan apapun yang menjadi tanggungjawabnya. Seorang atasan yang beriman malu jika semua kesalahan ditimpakan kepada anak buahnya. Apa fungsi atasan jika demikian? Seorang anak buah yang beriman, malu jika keberadaannya sama sekali tidak menyebabkan segala sesuatunya lebih mudah bagi sang atasan. Apa guna seorang bawahan jika demikian? Seorang kolega yang beriman, malu jika kehadirannya sama sekali tidak menyebabkan teman-temannya dalam team terbantu. Dan seorang pegawai yang beriman, malu dia; kalau sampai tugas-tugasnya terbengkalai. Seorang karyawan yang beriman akan malu jika dia masuk ke kantor selalu terlambat, dan terbiasa pulang cepat-cepat. Dan karyawan yang beriman akan malu jika menghabiskan waktu berjam-jam untuk makan siang dengan desert berupa rumpi yang tidak karuan. Dia akan malu juga, jika setelah menyia-nyiakan jam kerja itu tetap tinggal dikantor sampai larut malam agar perusahaan membayar upah lembur. Dan orang yang beriman; akan malu jika menyia-nyiakan kesempatan untuk dipromosikan. Sehingga dia akan berusaha sekuat tenaga, agar memiliki kualitas yang jauuuuuuuuuuh lebih baik dari teman-temannya yang lain. Agar nanti, jika ada lowongan jabatan yang lebih tinggi – management tidak ragu memilihnya untuk dipromosikan. Karena, ”Rasa malu itu adalah bagian dari Iman.”

Kita bisa menjadi orang beriman yang sukses, bukan? Tentu saja bisa. Sebab ternyata, sang Nabi merancang konsep rasa malu dalam iman itu untuk memastikan bahwa umatnya benar-benar meraih kesuksesan dalam hidup, dan dalam mati. Dalam hidup dengan rasa malu itu, kita dibimbing untuk menjadi pribadi-pribadi yang unggul. Dan bisa diandalkan. Layak untuk diberi tanggungjawab besar. Patut untuk menjadi panutan. Dan pantas dijadikan tempat dimana orang-orang lainnya mendapatkan pencerahan. Dalam mati dengan rasa malu, kita meninggalkan jejak-jejak keterpujian. Untuk dicatatkan oleh malaikat sebagai kebajikan. Untuk menjadi landasan, mengapa dia layak mendapatkan imbalan dari Tuhan. Dan untuk menjadikannya modal agar pantas mendapat tempat yang terpuji disisi-Nya. Kadang kita mengatakan ’telah berpulang ke rahmatullah’. Mana mungkin kita benar-benar kembali kepada rahmat Allah, jika ketika mati, kita tak memiliki rasa malu? Mungkin kita mengatakan ’telah berpulang kerumah bapa di surga’. Mana mungkin pintu rumah Allah akan dibukakan untuk kita; sendainya kita tidak memiliki rasa malu? Bahkan, untuk memasuki rumah tetangga saja kita harus memiliki rasa malu itu. Bukankah tidak ada orang yang senang dikunjungi oleh jenis manusia yang tidak tahu malu? Jadi, bagaimana kita bisa masuk surga kalau pintunya tidak dibuka pemiliknya? Karena sang pemilik surga hanya akan membukakan pintu itu bagi mereka yang benar-benar beriman. Sedangkan kata Pak Muhammad: ”Rasa malu itu adalah bagian dari Iman.” Dan kalau tidak kesurga, kemana lagi kita akan kembali pulang?

Catatan kaki:
Jika dirawat dan dimanfaatkan dengan tepat; rasa malu akan membantu kita untuk tumbuh menjadi pribadi yang berhasil meraih keagungan didalam kedua kehidupan

Read More......

Senin, 03 Desember 2007

MENGAPA???

Betapa besarnya nilai uang kertas senilai Rp.100.000 apabila dibawa ke masjid untuk disumbangkan; tetapi betapa kecilnya kalau dibawa ke Mall untuk dibelanjakan!

Betapa lamanya melayani Allah SWT selama lima belas menit namun
betapa singkatnya kalau kita melihat film.

betapa sulitnya untuk mencari kata-kata ketika berdoa (spontan) namun
betapa mudahnya kalau mengobrol atau bergosip dengan pacar / teman
tanpa harus berpikir panjang-panjang.

Betapa asyiknya apabila pertandingan bola diperpanjang waktunya ekstra namun kita mengeluh ketika khotbah di masjid lebih lama sedikit daripada biasa.

Betapa sulitnya untuk membaca satu lembar Kitab Suci tapi betapa mudahnya membaca 100 halaman dari novel yang laris.

Betapa getolnya orang untuk duduk di depan dalam pertandingan atau konser namun lebih senang berada di shaf paling belakang ketika berada di Rumah Ibadah

Betapa mudahnya membuat 40 tahun dosa demi memuaskan nafsu birahi semata, namun alangkah sulitnya ketika menahan nafsu selama beberapa hari ketika berpuasa .
Betapa sulitnya untuk menyediakan waktu untuk berdoa; namun
betapa mudahnya menyesuaikan waktu dalam sekejap pada saat terakhir untuk event yang menyenangkan.

Betapa sulitnya untuk mempelajari arti yang terkandung di dalam Kitab Suci; namun betapa mudahnya untuk mengulang-ulangi gosip yang sama kepada orang lain.

Betapa mudahnya kita mempercayai apa yang dikatakan oleh koran namun
betapa kita meragukan apa yang dikatakan oleh Kitab Suci.
Betapa Takutnya kita apabila dipanggil Boss dan cepat-cepat menghadapnya namun betapa kita berani dan lamanya untuk menghadapNya saat waktu beribadah.

Betapa setiap orang ingin masuk sorga seandainya tidak perlu untuk percaya atau berpikir,atau mengatakan apa-apa,atau berbuat apa-apa.
Betapa kita dapat menyebarkan seribu lelucon melalui e-mail, dan menyebarluaskannya dengan FORWARD seperti api; namun kalau ada mail yang isinya tentang Keagungan Allah betapa seringnya kita ragu-ragu,
enggan membukanya dan mensharingkannya, serta langsung klik pada icon DELETE.

ANDA TERTAWA ...? atau ANDA BERPIKIR-PIKIR. ..?
Sebar luaskanlah Sabda-Nya, bersyukurlah kepada ALLAH, YANG MAHA MENGETAHUI, MENDENGAR, PENGASIH DAN PENYAYANG.
Apakah tidak lucu apabila anda tidak memFORWARD pesan ini. Betapa banyak orang tidak akan menerima pesan ini, karena anda tidak yakin bahwa mereka masih percaya akan sesuatu?


DIPOSTING OLEH
om chichin

Read More......